ASI bagi bayi
merupakan makanan utama (pokok). Seorang bayi tidak membutuhkan susu formula
dan makanan pendamping hingga ia berumur enam bulan. Bahkan, menggenapkan
pemberian ASI hingga dua tahun adalah kebutuhan bayi dan akan memberikan dampak
sangat positif bagi perkembangannya. Namun, sering kali masih banyak pihak yang
belum memahami pentingnya ASI bagi bayi. Ironisnya, mereka dengan sengaja
mendorong anak untuk segera minum susu formula dengan berbagai alasan. Misalnya,
saat ASI belum keluar dan atau produksi ASI rendah.
Pada dasarnya,
seorang ibu telah mendapat anugerah dari Tuhan untuk memberikan yang terbaik
untuk anaknya. Tapi, karena minimnya informasi dan ketidakteguhan diri untuk
memberikan yang terbaik, seringkali orangtua terutama ibu dengan berat hati
menyerahkan anaknya untuk minum susu formula. Salah satu yang perlu mendapat
catatan penting dalam proses kelahiran adalah sejak awal seorang ibu perlu
diyakinkan bahwa pemberian ASI eksklusif adalah wajib hukumnya. Selain sebagai
wujud syukur atas anugerah Tuhan, pemberian ASI eksklusif berarti mendukung Peraturan
Pemerintah (PP) Republik Indonesia No 22 Tahun 2012 tentang Pemberian Air Susu
Ibu Eksklusif.
Pasal 2 PP
tersebut menyatakan, pengaturan pemberian ASI eksklusif bertujuan untuk
menjamin pemenuhan hak bayi untuk mendapatkan ASI eksklusif sejak dilahirkan
sampai berusia enam bulan dengan memperhatikan pertumbuhan dan perkembangannya,
memberikan perlindungan kepada ibu dalam memberikan ASI eksklusif kepada
bayinya, dan meningkatkan peran dan dukungan keluarga, masyarakat, pemerintah
daerah, dan pemerintah pusat terhadap pemberian ASI eksklusif.
Konsep tentang
ASI eksklusif perlu menjadi prinsip pasangan suami istri. Dukungan suami di
sini sangat penting. Suami berperan penting memberikan rasa nyaman dan dukungan
kepada istri saat ia cemas. Kecemasan inilah yang menjadikan ASI sulit keluar
dan jika keluar hanya sedikit. Suami pun selayaknya mengingatkan istri untuk
memperbaiki kesehatan, pola makan dan makanannya, dan istirahat yang cukup.
Dukungan ini dapat dilakukan sebelum masa kelahiran (usia kehamilan) dan pasca
melahirkan. Pemberian asupan gizi yang seimbang pada ibu akan memudahkan ASI keluar
dan mencukupi kebutuhan anak. Dengan demikian, keluarga mempunyai peran
penting, dalam proses pemberian ASI eksklusif.
Selain
keluarga, rumah sakit selayaknya juga berkomitmen dalam upaya pemberian ASI
eksklusif kepada semua pasiennya. Saat melahirkan cesar sekalipun, rumah sakit
memberikan kesempatan dan mendorong ibu untu inisiasi menyusui dini (IMD). Komitmen
rumah sakit ini perlu didukung oleh tenaga medis yang profesional. Dokter,
perawat, dan pegawai rumah sakit selayaknya menjadi juru bicara pentingnya ASI
bagi anak. Paramedis juga selayaknya meninggalkan dan menanggalkan bisikan
serta rayuan bisnis susu formula yang menggiurkan. Pasalnya, saat komitmen para
stakeholder rumah sakit kuat, maka marketing susu formula juga akan mundur
teratur. Namun, jika ada yang bermain dalam ‘bisnis’ ini maka kita sedang
mendorong anak Indonesia jauh dari kasih sayang orangtua.
Rumah sakit
dan tenaga kesehatan selayaknya tahu bahwa hingga 3x24 jam bayi masih membawa
ASI dari kandungan. Jadi, bayi tidak membutuhkan susu formula. Tenaga kesehatan
harus memberikan treatment kenyamanan
dan edukasi bahwa ASI sangat penting bagi anak dan membangun kelekatan yang
kuat antara ibu dan anak. Edukasi yang lain adalah terkait dilema tangisan pada
bayi. Bayi belum bisa bicara, jadi tidak perlu khawatir jika bayi menangis.
Menangis tidak selalu bermakna haus, tapi dapat berarti ketidaknyamanan.
Bagi ibu
bekerja, memberikan ASI bukanlah halangan. ASI dapat terus diberikan dalam
bentuk ASI perah. Sekali lagi, peran tenaga kesehatan sangat penting untuk
mengedukasi dan mengajarkan proses pemberian ASI dalam bentuk ASI perah ini. Prinsipnya,
semakin sering diperah akan semakin banyak ASI-nya. Produksi ASI adalah supply (stok), dan akan sama dengan
dengan demand (kebutuhan). Bahkan,
payudara yang sudah diperah dan kosong ketika disusukan langsung ke anak,
produksi ASI tetap akan berlangsung. Kunci memberikan ASI adalah keyakinan kita
bisa memberikannya, rileks, mengendalikan emosi, menjaga makanan dengan baik
(air putih, buah, dan sayur) serta dukungan keluarga.
Saat keluarga
sudah mendukung pemberian ASI eksklusif, maka seharusnya lingkungan keluarga
juga pro-ASI. Tapi faktanya, masih banyak lingkungan kerja yang sekedar
menyediakan tempat, tapi tidak memahami esensinya. Masih ada ibu yang memerah
ASI di toilet. Masih banyak kantor yang sengaja tidak memberikan kesempatan
untuk pegawai tetap bisa memberikan ASI kepada anaknya. Mereka memaksa pegawai
masuk sesuai jam kantor dan tidak memberikan ruang khusus bagi ibu menyusui
anaknya.
Ruang laktasi
merupakan hak anak bangsa. Ruang laktasi menjadi cerminan bagaimana sebuah
kantor atau instansi tidak sekadar berorientasi kerja (uang), tapi berkomitmen
bagi tumbuh kembang generasi bangsa. Ruang laktasi yang nyaman dan bersih
merupakan persembahan pimpinan perusahaan atau instansi menyiapkan anak
Indonesia hebat. Saat kantor sudah berkomitmen pada tumbuh kembang anak,
penyedia jasa layanan umum masyarakat, seperti transportasi, hotel, mal, dan
lain-lain perlu mendukung dan mensukseskan ibu menyusui dan menyimpan ASI untuk
anaknya. Dukungan inilah yang menjadikan bangsa ini bermartabat dan selalu
bergandengan tangan untuk masa depan yang lebih baik.
Pada akhirnya,
ASI adalah hak anak. Melalui ASI eksklusif, anak Indonesia dapat sehat, kuat,
dan cerdas. Inilah generasi emas dan hebat yang kita akan lahirkan untuk
Indonesia gemilang.
Catatan
Rita Pranawati, Sekretaris Komisi Perlindungan Anak Indoensia (KPAI).
Kurir ASI Jakarta by amura courier : solusi cerdas untuk ibu dan buah hati. Tlp & sms :085695138867
Kurir ASI Jakarta by amura courier : solusi cerdas untuk ibu dan buah hati. Tlp & sms :085695138867
Tidak ada komentar:
Posting Komentar