Balita memang
punya beberapa karakter yang umum yang bagi orang tua karakter tersebut
seringkali dianggap karakter yang kurang baik. Sebagai orang tua, memang sudah
seharusnya mengenal dan memahami karakter sang buah hati yang masih balita
dengan baik sehingga dapat menjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan
balita tanpa harus merasa di batasi.
Menurut salah
satu teori, usia 2 hingga 4 tahun adalah masa dimana sang anak merasa sebagai
pribadi yang penuh kekuatan, kemampuan kreatif dan senang melakukan eksploitasi
terhadap segala sesuatu pada lingkungan sekitarnya. Dengan kekuatannya mereka
akan mengeksplor lingkungan sekitarnya tanpa merasa letih. Hal ini di dorong
imajinasinya yang selalu ingin bertindak kreatif.
Dengan polah
tingkah mereka yang cenderung atraktif, orang tua seringkali bersikap melarang
dan membatasi. Padahl sikap orang tua yang demikian ini dapat menghambat
perkembangan jiwa kemandirian dan rasa percaya diri mereka. Mengarahkan anak
pada usia dini harus dengan lemah lembut tetapi penuh ketegasan dan memberikan
alasan yang jelas mengapa sebuah kegiatan diperbolehkan dan di larang.
Ada beberapa
karakter balita yang harus di sadari oleh orang tua dan disikapi dengan
bijaksana agar tidak menghambat perkembangan dirinya. Sifat-sifat tersebut
diantaranya adalah:
Egois
Sifat ini
umumnya mulai muncul pada saat anak berusia 15 bulanan (masa dimana sang anak
sudah mulai mengenal dan sadar akan dirinya). Sifat egois ini muncul disebabkan
oleh ketidakmampuan sang anak dalam melihat suatu hal dari sudut pandang orang
lain. Jadi, semua masalah akan di teropong dari kaca mata dirinya. Lantaran
sifat ini juga, anak balita selalu bersikap “here and now”. Bila
menginginkan sesuatu maka ia harus mendapatkan saat itu juga.
Bila dilihat
dari perkembangan kognitif, sifat egois akan menghilang saat anak berusia 6
tahun. Karena semakin besar anak, dia di tuntut untuk semakin mengenal
lingkungan sosialnya.
Menghadapi anak
dengan karakter egois para orang tua harus bijak dalam menghadapinya dengan
terus menstimulasi kemampuannya untuk bisa berbagi dengan orang lain, tidak
selalu menuruti apa yang diinginkan. Karena sebenarnya dengan possessivitas
(rasa memiliki) yang tinggi , seorang anak bisa belajar tentang konsep
kepemilikan yang benar, ini adalah barangku dan itu barang milik kakakku.
Dengan konsep kepemilikan yang benar terhadap barang-barang miliknya dan bukan
miliknya, orang tua dapat mendidik rasa tanggung jawab dan kemandirian dalam
dirinya.
Tanpa
menstimulasi dengan baik dengan konsep kepemilikan yang benar dalam menghadapi
sikap egois anak, maka egosentris tersebut bisa menetap dalam diri anak hingga
dewasa. Jika hal ini terjadi, maka bukan tidak mungkin anak akan menjadi orang
yang egois dan tidak bisa beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Suka perintah
Sikap yang suka
memerintah ini sebenarnya masih berkaitan dengan sifat egois pada diri anak.
Sifat ini sebenarnya kelanjutan dari usia bayi dimana semua kebutuhan dan
keinginannya selalu di ladeni. Di saat sang anak mulai bisa berjalan dan
berbicara serta melakukan sesuatu tanpa bergantung sepenuhnya pada orang
dewasa, maka dia merasa memiliki rasa otonomi. Sikap Otonom ini seringkali di
barengi dengan sikap menyuruh orang lain demi mendapatkan apa yang
diinginkannya. Sikap suka perintah ini tidak akan menghilang dengan sendirinya
tanpa di latih oleh orang tuanya. Karena jika sifat ini tidak bisa tertangani
dengan baik oleh orang tua, maka tentu saja akan menetap hingga ia dewasa. Cara
menangani sikap suka perintah pada anak diantaranya dengan:
1.
Mengajarkan kemandirian pada anak secara bertahap, mulai dari hal-hal yang
paling sederhana. Misalnya cuci tangan sebelum dan sesudah makan, makan
sendiri, membuka sepatu, dan lain sebagainya.
2.
Memberi contoh yang baik di depan anak, dengan tidak mudah menyuruh orang lain,
misalnya pembantu. Karena sebenarnya anak akan lebih di ajarkan melalui contoh
dan teladan dari orang-orang di sekitarnya.
Agresif
Sifat agresif
ini sebenarnya sudah tampak dari sejak bayi dan akan kerap semakin muncul pada
masa batita. Hal ini d karenakan adanya problem komunikasi yang masih terbatas
sehingga sang anak merasa keinginannya tidak di pahami oleh orang dewasa.
Disamping itu, sifat agresif ini bisa muncul karena kebiasaan. Misalnya sang
anak be;ajar dari pengalamannya jika ia berteriak teriak atau melempar barang
atau memukul, maka keingininannya baru terpenuhi.
Banyak orang
tua yang tidak menyadari sifat agresif yang ada pada anak, sehingga sifat ini
terus berlanjut hingga dia dewasa. Padahal sifat agresif pada anak jika tidak
di tangani dengan baik pada masa balita, akan menjadi salah satu penghalang
terbesar bagi kesuksesannya di masa mendatang. Hal ini di karenakan sifat
agresif dan temperamental menyebabkan dia tidak bisa beradaptasi dan
bersosialisasi dengan lingkungan sekitarnya.
Ada beberapa
hal yang penting di lakukan oleh para orang tua yang memiliki balita dengan
sikap agresif ini, diantaranya :
- Saat anak tantrum, peluk dan pegang dia. Biarkan
dia marah. Setelah kemarahannya reda, orang tua bisa tanyakan penyebabnya
secara baik-baik. Pada saat anak emosional, anal biasanya akan bingung
untuk mengatakan penyebabnya rasa kesalnya. Pada kondisi ini, akan lebih
baik jika orang tua mendefinisikan perasaannya. Cara ini membuat anak
merasa di pahami perasaannya.
- Jangan menaggapi agresifitas anak dengan cara
yang agresif pula. Karena hal ini akan menambah kesan bahwa sifat kasar
itu di perbolehkan.
- Memberikan penjelasan. Memang tidak mudah untuk
memberikan penjelasan terutama bagi batita. Karena sekali di beri tahu
tidak akan membuatnya patuh dan melupakan sifat agresifnya. Hal ini
menuntut orang tua untuk tidak putus asa dan bosan dalam memberi
penjelasan, karena kama kelamaan sang anak akan mengerti bahwa untuk
mendapatkan sesuatu tudak harus dengan bersikap agresif.
Pemalu
Terkadang kita
mendapati sang anak yang pemalu. Dia lebih suka bersembunyi di balik orang
tuanya saat bertemu dengan orang yang baru di lihatnya atau yang jarang berada
di sekelilingnya. Klau di Tanya anak lebih memilih dian dan menundukkan kepala.
Atau lebih ekstrim lagi ada anak yang spontan akan menangis jika berada di
dekat atau berhadapan dengan orang yang baru di kenalnya.
Sifat pemalu
ini biasanya merupakan pembawaan pribadi yang diturunkan dari orang tuanya.
Meski sifat ini di perlukan dalam beberapa hal, tetapi sifat pemalu yang
berlebihan akan berdampak pada sulitnya anak untuk mengembangkan diri dan
beradaptasi dengan lingkungan sosialnya. Hal ini tentu saja akan menghambat
prestasi anak kelak bahkan membuat anak kehilangan peluang dalam beberapa hal.
Menghadapi anak
yang pemalu, sebaiknya orang tua sering membawanya untuk bersosialisasi. Mulai
dari lingkunga sekitar rumahnya hingga lingkungan sosial yang lain seperti
taman bermain. Awalnya mungkin anak merasa takut, sehingga butuh di temani
sementara waktu. Setelah beberapa lama biasanya anak akan bisa ditinggal dan
berbaur bersama anak-anak lainnya.
Penyendiri
Sifat
penyendiri pada usia batita selain dikarenakan perkembangan kognitif anak dalam
melihat sesuatu masih dari sudut pandangnya sendiri, hal ini juga di karenakan
perkembangan sosialnya yang belum berkembang dengan baik. Anak baru sadar akan
adanya tuntutan lingkungan sosial di usia 3 tahun keatas. Lantaran itulah, saat
bermain, anak tampak soliter (lebih suka bermain sendiri) meski ada teman di
sampingnya. Sifat penyendiri ini akan menghilang sendiri setelah usia batita,
apalagi jika sang anak suda berelasi dengan teman-temannya. Sama halnya
menghadapi anak yang pemalu, menghadapi anak yang penyendiri orang tua perlu
mengajak anak dalam kegiatan bersama dan bersosialisasi. Selain itu setiap saat
anak perlu diajak berkomunikasi dan menyediakan waktu untuk mendengarkan
dan menaggapi setiap ucapannya. Karena semakin ia percaya bahwa orang tua
bersedia untuk menjadi pendengar yang baik, maka anak akan semakin berani
bicara dan bersikap terbuka.
Susah di atur
Menginjak usia
3 tahun, biasanya orang tua mendapati sang anak yang mulai susah untuk di atur.
Jika pada usia sebelumnya dia selalu menurutu kedua orang tuanya, maka di usia
3 tahun bisanya anak sudah mulai berani untuk menolak dan mengungkapkan
pendapatnya tentang segala sesuatu. Dia mulai bisa menentang dan sangat suka
melakukan hal yang dilarang. Semakin orang tua bersikap keras melarang
sesuatu, maka akan semakin keras juga sang anak untuk menolaknya.
Menghadapi anak
yang susah untuk di atur ini, orang tua harus bisa berkomunikasi dengan baik
serta mengkompromikan tentang berbagai hal dengan sang anak. Melibatkan anak
dan mendengarkan pendapat mereka. Dengan demikian anak merasa dihargai.
Jika anak berinisiatif melakukan sesuatu yang bagi orang tua merupakan hal yang
sangat mengganggu atau bahkan salah dan membahayakan. Maka seharusnya bersikap
bijak dalam melarang tanpa menghilangkan kesempatan anak untuk berinisisatif
dan berkreatifitas.
Apabila anak
merasa mampu berinisiatif untuk melakukan hal sesuai dengan keinginannya, maka
hal itu akan menumbuhkan rasa kemampuan diri, kreatifitas, untuk mencetuskan
serta menjalankan ide-idenya, dan semua itu adalah modal bagi pertumbuhan
kematangan emosinya. Sebaliknya, apabila anak sering dilarang dan tidak diberi
kesempatan untuk mengambil inisiatif, mereka akan menjadi pribadi yang apatis,
tidak kreatif dan rendah diri
Kurir ASI Jakarta by amura
courier : solusi cerdas untuk wanita karir dan ibu menyusui.
Tlp & sms : 085695138867