Masa depan anak ditentukan sejak anak dalam kandungan. Pasalnya bila asupan gizi kurang, dampaknya akan permanen dan sulit diperbaiki.
Perkembangan
anak ditentukan mulai dari seribu hari pertama kehidupan. Artinya, selama 270
hari atau 9 bulan dalam kandungan, serta 730 hari atau 2 tahun pertama setelah
anak lahir ke dunia, merupakan saat-saat pesat perkembangannya. Saat dalam
kandungan, 8 minggu pertama adalah saat terbentuknya otak, hati, jantung, ginjal,
tulang, tangan, dan kaki.
Gangguan gizi
dalam janin, faktanya sangat dipengaruhi oleh status gisi sang Ibu. Apakah
selama kehamilan mengalami pertambahan berat badan yang kurang optimal atau
sebaliknya ? Jika kurang optimal, ada kemungkinan melahirkan bayi yang
tumbuhnya tidak optimal pula. Sepanjang waktu tersebut memang menjadi sangat
penting, mengingat kekurangan gizi akan memberikan dampak permanen dan sulit
diperbaiki. Misalnya saja, anak lahir dengan tubuh pendek atau kurang cerdas
dan kurang tangkas pada usia dewasa. Selain itu, anak juga lebih beresiko
mengalami penyakit kronis mulai dari jantung, hipertensi, diabetes, dan stroke.
Ibarat karet
yang bisa melar, pertumbuhan janin di dalam tubuh mempunyai kapasitas yang
sangat elastis. Jika disuruh menyesuaikan diri dengan konsumsi makanan di
dalam, janin akan menyesuaikan diri. Otomatis kalau makanan ibu kurang dalam
jangka waktu lama, akibatnya, agar makanan tersebut mencukupi, maka janin akan
berhemat dan akan terbiasa makan sedikit. Jika setelah melahirkan lingkungan yang
dihadapinya malah berbeda, misalnya malah mendapatkan makanan yang berlebihan, maka
akan terjadi mismatch. Akibatnya,
tubuh pun akan menjadi kegemukan.
Intervensi
yang cocok dampaknya akan berlaku sampai 100 tahun kemudian atau sampai ke anak
cucu. Maka jika gizi kurang, pengaruhnya tak hanya berhenti sampai satu generasi,
melainkan hingga tiga generasi. Pasalnya, peran gen atau keturunan tidak
semata-mata disebabkan oleh interaksi lingkungan, melainkan juga sebagai manifestasi
interaksi genetik, kondisi gizi, metabolik, dan hormonalnya pada periode kritis
awal kehidupan. Sebagai contoh, maternal
overweight, diabetes gestasional, dan pemberian makan berlebihan pada
neonatal, yang akan meningkatkan resiko disposisi epigenetik pada masa
perinatal untuk penyakit obesitas, diabetes, metabolic syndrome, dan penyakit pembuluh darah jantung.
Lalu,
bagaimana dengan kondisi di Indonesia ? Faktanya, orang bertubuh pendek ditemukan
lebih banyak pada kelompok ekonomi rendah dibanding kelompok dengan penghasilan
ekonomi tinggi. Akan tetapi, kelompok dengan ekonomi tinggi pun ternyata
berkaitan dengan berat badan yang berlebihan pula. Kelebihan berat badan memang
saat ini lebih tinggi terjadi pada kelompok ekonomi tinggi atau biasa disebut
kelompok terkaya, tetapi angka kasus kelebihan berat badan pada kelompok
termiskin pun saat ini juga sudah mulai tinggi. Dengan kata lain, penyakit
tidak menular ini tidak disebabkan oleh perubahan gaya hidup saja, karena
prelevansinya yang yang meningkat tinggi ini sudah tidak bisa dibedakan antara
kelompok miskin dan kaya.
Hipertensi dan
diabetes, misalnya, yang semula dianggap penyakit orang kaya, ternyata dialami
juga oleh orang dengan status ekonomi rendah. Di lain sisi, timbul pula
pertanyaan mengenai malnutrisi pada balita yang disebut-sebut disebabkan oleh
kemiskinan. Bisa jadi itu memang berhubungan. Karena angka kasusnya memang
lebih tinggi pada orang dengan status ekonomi rendah. Tetapi pada yang kaya
kasus ini juga terjadi. Angka kasus hipertensi pada status ekonomi tinggi dan
rendah, hanya selisih 2,5 persen. Pada kelompok ekonomi rendah adalah 30,5
persen, sementara pada kelompok ekonomi tinggi adalah 33 persen. Pada jantung,
selisihnya adalah 1,5 persen dan untuk stroke selisih 2 persen. Oleh karena
itu, gerakan peningkatan upaya gizi adalah masalah yang paling serius tapi
paling sedikit mendapat perhatian. Padahal dampaknya bisa langsung terasa
terhadap kualitas sumber daya manusia. Gizi, ibaratnya adalah tong sampah
sampah dari berbagai permasalahan.
Lalu,
bagaimana agar gizi anak terpenuhi dengan baik ? Itulah pentingnya dukungan
keluarga dan budaya untuk pemenuhan gizi pada awal kehidupan anak. Dan yang
perlu diingat, peran nenek pun juga berkontribusi dalam pemberian makanan untuk
anak. Karena di daerah tertentu, kerap yang memberikan makanan untuk anak kita
adalah si nenek, bukan ibunya sendiri. Dan seringnya nenek menyamakan menu
makanan anak-anak dengan orang dewasa. Hal itu pula yang ia lakukan pada cucunya.
Bahkan ini juga diperkuat oleh kepercayaan yang masih kuat di sebagian
masyarakat. Misalnya, makan telur tidak baik, makan ikan tidak boleh karena bayinya
akan berbau amis, atau bayi diberi makan nasi yang terlebih dahulu dikunyah
neneknya. Akibatnya, anak malah mendapat ampas.
Di samping
itu, hal-hal yang juga sangat mempengaruhi perkembangan anak mencakup pola
pengasuhan, keteladanan, pendidikan, komunikasi, relasi dalam keluarga,
kebiasaan dan pola makan keluarga, peran kerabat, komunitas, serta sekolah.
Jangan heran, ada keluarga yang menyiapkan makanan siap saji mulai dari sarapan
sampai makan malam. Lebih lanjut, perlu juga ada perhatian dan dukungan
terhadap anak mulai dari pemberian ASI atau makanan pendamping anak. Lalu
rasakan psikososial pada anak, persiapan dan penyimpanan makanan, praktik
kebersihan dan sanitasi lingkungan, serta perawatan anak dalam keadaan sakit
pun juga menentukan.
Sejatinya,
pengasuhan adalah upaya dari lingkungan agar kebutuhan dasar anak untuk tumbuh
kembang dapat terpenuhi dengan baik dan benar. Sehingga anak dapat tumbuh dan
berkembang secara optimal. Ini juga harus diimbangi dengan meluruskan
anggapan-anggapan salah yang selama ini berakar di masyarakat. Contohnya, bahwa
makan hanya untuk menghilangkan lapar sehingga kenyang, pemberian makan supaya
anak tidak rewel, anak menangis sebagai pertanda lapar, anak laki-laki makan
lebih banyak daripada anak perempuan, atau kuantitas makanan lebih penting
daripada kualitas, adalah anggapan salah yang harus dihilangkan.
Perlu disadari
bahwa ibu bukanlah satu-satunya yang memegang peran penting terhadap
perkembangan anak, karena peran ayah pun tak kalah pentingnya. Selama ini
pemberian makan sering dianggap urusan ibu karena yang melahirkan. Namun, semua
ini adalah tanggung jawab bersama untuk saling mendukung. Siapkan gizi yang
baik mulai dari kehamilan. Kondisi yang nyaman akan berpengaruh pada masa depan
bayi selanjutnya.
Kurir ASI Jakarta by amura courier :
solusi cerdas untuk wanita karir dan ibu menyusui. Tlp & sms : 085695138867
Tidak ada komentar:
Posting Komentar