Diabetes Gestasional (DG) adalah salah satu sub tipe dari diabetes mellitus. Perempuan yang tidak pernah didiagnosis diabetes sebelumnya namun menunjukkan kadar glukosa darah yang tinggi selama kehamilan, artinya ia mengalami DG. DG terjadi selama kehamilan dan umumnya pulih setelah melahirkan. Pada wanita hamil, DG biasanya timbul saat usia kandungan di atas 6 bulan. Saat itu, glukosa dalam darah akan meningkat melebihi batas normal. Ada beberapa faktor risiko yang mempengaruhi terjadinya DG. Di antaranya, riwayat keturunan keluarga, obesitas, pernah melahirkan bayi dengan berat badan di atas 4 kg, hamil pada usia yang tidak lagi muda, atau pernah mengalami diabetes pada kehamilan sebelumnya.
Gejala yang terjadi pada penderita DG biasanya dihubungkan
dengan gejala alami yang biasa dialami ibu hamil. Sehingga, tak jarang saat
keluhan diartikan sebagai gangguan kehamilan semata karena memang gejalanya
tidak terlihat berbeda. Untuk itu, sangat penting dilakukan check-up secara menyeluruh untuk
mengetahui kadar gula darah pada ibu hamil. Seperti diabetes umumnya, gejala
yang muncul pada DG adalah banyak makan, minum, buang air kecil, cepat merasa
lelah, dan mudah kesemutan. Selain itu, karena kadar gula darah yang tinggi,
sistem imun tubuh pun jadi menurun sehingga mudah terjadi infeksi. Infeksi ini
dapat berupa infeksi saluran kemih, keputihan, dan lain-lain.
Ciri lain adalah berubahnya kebiasaan makan, yaitu menjadi
semakin banyak makan dan tetap merasa lapar. Penderita diabetes mengalami hal
demikian karena glukosa darah menjadi tidak masuk ke sel tubuh. Karena semakin
banyak makan, gula darah akan semakin tinggi, dikarenakan insulin tidak bekerja
efektif lagi memasukkan glukosa atau makanan ke sel tubuh. Sel pun menjadi ‘kelaparan’
dan penderita mudah merasa lelah serta tidak pernah merasa kenyang.
Lantas, apa dampak dari DG pada ibu hamil ? Faktanya, DG
memang bisa mempengaruhi kondisi ibu hamil dan janin. Di antaranya, calon ibu
bisa melahirkan sebelum waktunya, terjadi pre-eklamsia, hipertensi, kelahiran
secara caesar, atau juga risiko terjadinya diabetes di kemudian hari. Sedangkan
risiko pada janin, umumnya berhubungan dengan kelahiran bayi yang besar,
sehingga mengakibatkan bayi mengalami distosia,
cedera bahu, hipoglikemia neonatal,
dan hiperbilirubinemia atau bayi
lahir kuning.
Kemungkinan terjadinya diabetes pada ibu hamil
mengakibatkan skrining (screening)
sebaiknya dilakukan sejak sebelum hamil hingga selama ibu mengandung. Apalagi
pada ibu hamil dengan risiko tinggi, mereka harus melalui skrining sedini
mungkin. Meski di awal pemeriksaan kadar gula darah di angka normal, tetap
harus diulang pada 24 hingga 28 minggu kemudian. Selama kehamilan, kondisi bayi
dan ibu memang harus terus dimonitor, bahkan hingga ibu telah melahirkan, hingga
tiga tahun usai melahirkan. Ini karena ia tetap memiliki risiko menderita
diabetes mellitus pasca melahirkan. Sehingga, perlu dilakukan kontrol ke dokter
secara teratur.
Penanganannya, yang terpenting adalah melalui diet
makanan. Ibu hamil tetap membutuhkan asupan gizi seimbang, yang terdiri atas
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral untuk pertumbuhan janin dan
kesehatan ibu selama hamil. Pilihan makanan, hendaknya yang memiliki indeks
glikemil rendah. Di samping itu, melakukan aktivitas fisik setiap hari selama
30 menit, seperti senam hamil, renang, atau berjalan kaki, juga dapat
menurunkan resistensi insulin. Kontrol gula darah dengan glukometer juga harus
dilakukan dengan disiplin. Alat ini digunakan untuk mengetahui dan mengontrol
kadar gula darah. Lebih praktis, karena bisa dilakukan sendiri di rumah
sehingga kadar gula bisa terus dimonitor.
Pasalnya, kadar gula darah akan berubah-ubah setiap waktu.
Sebutlah, setelah makan, kadar gula tubuh akan naik tergantung jenis makanan
apa yang dikonsumsi karena setiap makanan memiliki kadar glukosa berbeda. Maka,
sangat disarankan untuk rutin mengukur kadar gula darah secara mandiri. Dengan
memonitor konsentrasi glukosa darah, berarti mempertahankan kadar gula darah
sehingga tidak meningkat.
Lantas, pada kadar berapa gula darah sebaiknya
dipertahankan ? Kadar gula darah pada ibu hamil sebelum makan idealnya adalah
85-95 mg/dl. Sedangkan, satu jam setelah makan, kadar gula darah yang ideal
adalah <140 mg/dl dan pada 2 jam setelah makan <120 mg/dl. Apabila dibuat
catatan secara rutin dan berkala, maka akan terlihat kenaikan dan penurunan
kadar gula darah. Mungkin, pada makan siang hasil monitor kadar gula darahnya
jelek karena menu makanan. Jika demikian yang terjadi, maka bisa dilakukan
kontrol agar kadarnya kembali sesuai. Dengan alat tersebut, antara pasien dan
dokter akan sama-sama memantau dan bekerjasama untuk memperbaiki jika hasilnya
kurang baik.
Tak cukup sampai di situ, perlu juga untuk melakukan
pemeriksaan HbA1C. Pengukuran HbA1C dilakukan untuk mengukur konsentrasi
glukosa darah rata-rata selama 3 bulan terakhir. Normalnya, nilai HbA1C pada
bukan penderita diabetes adalah 3,5-5,5 persen. Sedangkan untuk penderita
diabetes, nilai kontrol gula darah yang baik adalah di bawah 6 persen.
Sementara jika sudah mencapai 9-10 persen, berarti kondisi sudah bisa
digolongkan pada kategori berbahaya.
Perlu diketahui pula, insulin bekerja bukan hanya untuk
menurunkan glukosa darah atau metabolisme karbohidrat. Melainkan juga bekerja
pada metabolisme protein dan lemak. Jika berlama-lama tidak terkontrol, maka
dapat mengakibatkan komplikasi lain seperti stroke, penyakit jantung koroner,
gangguan ginjal, penyakit mata, hipertensi, neuropati alias saraf, dan lainnya.
Membuat kadar gula darah stabil memang bisa dilakukan
salah satunya dengan pengaturan makan dan olahraga selama dua minggu. Namun,
bila dalam rentang waktu itu tidak juga tercapai sasaran normoglikemia, maka terapi insulin harus segera dimulai. Insulin
merupakan hormon yang diproduksi sel beta di dalam pankreas dan digunakan untuk
mengontrol kadar glukosa dalam darah. Insulin berperan dalam penggunaan glukosa
oleh sel tubuh untuk pembentukan energi.
Beberapa jenis insulin yang umumnya digunakan adalah :
1.
Kerja cepat (rapid
acting) : efek puncak 2-4 jam setelah penyuntikan dengan durasi kerja sampai
6 jam.
2.
Kerja menengah (intermediate
acting)
3.
Kerja panjang (long
acting)
Untuk tujuan mempertahankan insulin basal yang konstan, terapi insulin dimulai dengan dosis kecil terlebih dahulu, kemudian biasanya akan meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan. Sementara pada penderita DG dengan hiperglikemia yang terjadi hanya pada pagi hari, cukup diberikan suntikan insulin kerja menengah sebelum tidur malam sebanyak 1 kali sehari. Pasien dengan hiperglikemia pada keadaan puasa maupun sesudah makan, sebaiknya diberikan insulin kombinasi kerja cepat dan menengah.
Pemberian insulin tersebut, disuntikkan pada pagi dan sore hari alias sebanyak 2 kali sehari. Dosis insulin diperkirakan antara 0,5 – 1,5 U/kg berat badan, di mana 2/3 dosis diberikan pada pagi hari dan 1/3 sisanya pada sore hari. Untuk keadaan tertentu, seperti jika gula darah belum terkendali dengan pemberian 2 kali, maka perlu ditambahkan dosisnya sebanyak empat kali sehari, yaitu tiga kali insulin kerja cepat pada setengah jam sebelum makan, ditambah satu insulin kerja menengah yang diberikan pada malam hari sebelum tidur.
Kurir ASI Jakarta by amura courier :
solusi cerdas untuk wanita karir dan ibu menyusui. Tlp & sms : 085695138867
Tidak ada komentar:
Posting Komentar