Kamis, 21 Februari 2013

MENCEGAH BAYI STUNTING




Masalah gizi menjadi persoalan sangat penting sebagai bagian dari upaya pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang tangguh. Namun sampai saat ini, Indonesia masih dihadapkan pada masalah kekurangan gizi hingga salah satunya mengakibatkan munculnya bayi stunting (pendek). Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar dari Departemen Kesehatan, menyebutkan prevalensi balita pendek (stunting) di Indonesia masih tinggi, yakni satu di antara tiga anak balita. Jika tidak segera ditangani, stunting ini akan menjadi kelainan genetis generasi yang semakin pendek tubuhnya.

Ciri fisik yang paling terlihat seorang bayi mengalami stunting saat lahir adalah tubuhnya lebih pendek daripada bayi normal. Beratnya kurang dari 2500 gram dan panjangnya kurang dari 48 cm. Keadaan bayi stunting ini mengindikasikan bahwa sang bayi tersebut telah mengalami masalah sejak dalam kandungan. Kondisi ibu hamil, seperti kena anemia, kekurangan energi kronik, tak memenuhi gizi seimbang, atau sering sakit-sakitan membuat sang janin kekurangan zat gizi mikro.

Padahal, zat gizi mikro ini sangat dibutuhkan dalam pembentukan dan pertumbuhan bagian-bagian tubuh janin. Bayi yang lahir stunting, akan mengalami pertumbuhan yang kurang normal. Selain ukurannya lebih kecil, efek lain karena kekurangan zat gizi mikro ini yang terjadi saat ia meginjak usia anak-anak dan remaja. Saat mereka berumur 11 atau 12 tahun, kebanyakan sudah menderita penyakit-penyakit kronik dan tak sedikit yang meninggal.

Kesalahannya adalah karena perkembangan organ-organ vital dan bagian tubuhnya kurang maksimal sejak di dalam kandungan, kemudian salah asupan makan saat dalam masa tumbuh kembangnya. Salah satu contohnya adalah pembuluh darah anak stunting sudah tidak normal sejak lahir. Jika cara makannya salah, akan terjadi penumpukan lemak yang lebih cepat dibandingkan anak normal lainnya, pada pembuluh darah yang akan menyebabkan hipertensi.  

Ada sebuah kesalahan yang sering dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Salah satunya adalah pemberian asupan makanan yang banyak mengandung lemak agar tubuh si anak stunting ini lekas tinggi. Padahal yang benar adalah dengan memberikan asupan makanan dengan kadar gizi yang seimbang. Pemberian makanan yang banyak mengandung lemak, justru akan menyebabkan anak stunting lebih mudah mengalami obesitas dan terkena penyakit, seperti jantung coroner ataupun diabetes mellitus karena terjadi gangguan pada pankreasnya.

Untuk mengatasi masalah stunting, cara yang paling efektif adalah dengan memberikan pemahaman dan pengetahuan tentang hal ini pada remaja putri, yang nantinya akan menikah dan hamil. Jika remaja putri itu sehat, nantinya akan melahirkan anak yang sehat. Karena kualitas sel telur itu dipengaruhi oleh kesehatan sang remaja putri jauh sebelum ia hamil.

Kemudian, perbaikan gizi dan pemenuhan asupan makanan yang mengandung zat gizi mikro secara lengkap pada ibu hamil merupakan hal wajib yang harus dipenuhi. Kalaupun sang calon ibu dulunya lahir stunting, itu bisa diperbaiki dengan mempersiapkan tubuh dan asupan makanan yang tepat saat ia menjelang menikah dan hamil nanti.  Dengan demikian, rantai generasi stunting pun akan terputus.

Secara global, penanganan masalah gizi, khususnya bayi stunting, harus melibatkan secara luas upaya dari berbagai kepentingan, termasuk keterlibatan sektor pangan. Setiap kegiatan yang dilakukan harus memiliki nilai tambah dan sesuai kebutuhan secara lintas sektor, terpadu, efisien, dan memiliki dampak yang luas. Perlu juga tenaga teknis lapangan, mulai dari tenaga penyuluh pangan dan pertanian, dokter, bidan, dan petugas gizi di puskesmas, kader posyandu, serta tokoh masyarakat yang memahami pentingnya program pangan dan gizi.

sumber : halaman MEDIKA, Koran Republika.

Kurir ASI Jakarta by amura courier : solusi cerdas untuk wanita karir dan ibu menyusui. Tlp & sms : 085695138867

2 komentar:

fixedbanner